Standar perencanaan SNI 2847 2013 dan ACI 318 2011 (pilih mana?)

Desain struktur bangunan gedung beton bertulang tidak terlepas dari kode atau standar perencanaan yang dijadikan pedoman. Setiap negara tentu memiliki standar perencanaan yang berbeda-beda, hal tersebut disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan material konstruksi di negara masing-masing. Sedangkan di negara maju, standar perencanaan disusun berdasarkan hasil penelitian yang komprehensif dengan memperhatikan kemajuan teknologi di negara tersebut, sehingga kadang-kadang di negara yang kurang maju dan negara berkembang sering mengadopsi peraturan dari negara maju yang kemudian disesuaikan dengan kondisi di negara masing-masing.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki standar perencaanan bangunan gedung  tersendiri yang disusun oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu  Standar Nasional Indonesia Tentang Peraturan Perencanaan Gedung Beton Bertulang (SNI 2847 2013). Amerika serkat memiliki standar perencanaan gedung beton bertulang yang disusun oleh institut beton amerika (American Concrete Institute, ACI), yaitu ACI 318 2011. BSN menyusun standar peraturan perencanaan gedung beton bertulang yang diadopsi dari peraturan ACI 318 2008 dan ACI 318 2011 dan disesuaikan dengan fakta dan kondisi di Indonesia, sehingga berdasarkan hal tersebut muncul pertanyaan seperti :
  1. Bisakah jika struktur bangunan gedung yang direncanakan di indonesia menggunakan standar perencanaan ACI dan standar lainnya ?
  2. Apa saja yang membedakan peratutan-peraturan tersebut ?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,  konsep dasar dan metode perencanaan struktur akan diuraikan seperti berikut.

Konsep perencanaan dengan mempertimbangkan batas kekuatan struktur disebut konsep tegangan kerja / kuat batas atau biasa disebut Working Strength Desain (WSD), sedangkan perencanaan dengan mempertimbangkan tegangan ultimit disebut juga dengan konsep batas ultimit atau biasa disebut Ultimit Strength Design (USD).

Salahsatu konsep lain adalah desain tahanan dan beban terfaktor atau load resistance and factor design (LRFD), konsep tersebut sebenarnya mengacu pada konsep batas ultimit yang mempertimbangkan beban kerja dengan faktor tertentu. LRFD didasari pada model struktur dengan perhitungan secara probabilistik, dimana cara kerja tahanan dan beban diperhitungkan teradap nilai statistik variabel dari tahanan dan beban yang bekerja secara probabilistik. Berbeda dengan konsep WSD yang memperhitungkan struktur secara deterministik, metode probabilistik pada LRFD dinilai lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari sebuah struktur, sehingga saat ini konsep LRFD lebih banyak digunakan di dunia.

Setiap komponen struktur kolom beton pada sebuah gedung beton bertulang didesain dengan nilai kuat tekan (f’c) tertentu, tetapi pada kenyataanya sangat sulit ditemui nilai f’c yang sama di masing-masing kolom. Kemungkinan perbedaan nilai kuat tekan (f’c) menimbulkan nilai bias dan variasi nilai f’c, sehingga nilai-nilai tersebut secara statistik disebut sebagai faktor bias (lambda) dan koefesien variasi (CoV).

Pada konsep LRFD, faktor material, faktor fabrikasi, dan faktor profesional diperhitungkan secara detail secara probabilistik. Faktor material dipengaruhi kuat material berupa: kuat tekan, kuat leleh, kuat tarik, kuat lentur, kuat lentur dan lainnya tergantung dari jenis materila yang digunakan. Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dibanding kuat tariknya, baja memiliki kuat leleh dan tarik yang sebanding, begitu juga material lainnya, sehingga kuat material ditentukan berdasarkan tegangan bahannya. Faktor fabrikasi merupakan faktor yang dipengaruhi oleh nilai variabel dari proses fabrikasi seperti: decking (d), diameter tulangan, luas tulangan (As), dan lainnya. Faktor profesional memiliki nilai variabel tergantung pada jenis elemen struktur, seperti: aksial, lentur, geser, dan lainnya. Faktor material, faktor fabrikasi, dan faktor profesional dihitung secara statistik dari masing-masing variabel yang berpengaruh pada faktor-faktor tersebut.

Selain dari faktor tahanan, faktor efek beban turut pula diperhitungkan pengaruhnya terhadap stuktur. Faktor efek beban terdiri dari beban mati dan beban hidup yang bekerja pada sturktur dan memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan jenis material yang digunakan serta fungsi bangunan gedung. beban mati terdiri dari berat sendiri struktur dengan beban mati tambahan, sedangkan beban hidup bekerja sesuai dengan fungsi layan gedung. cara bekerjanya beban mati akibat berat sendiri bersifat tetap, tetapi beban hidup pada bangunan dengan fungsi sosial atau komersial bekerja menurut waktu tertentu dengan distrbusi data berupa distribusi poisson. Distribusi poisson merupakan distribusi data sebagai fungsi waktu kedatangan pengunjung, sehingga jumlah dan waktu kedatangan pengunjung akan mempengaruhi besaran variabel beban hidup. Dengan jumlah data yang banyak maka nilai efek beban dapat dihitung berdasarkan nilai statistik variabel dari masing-masing jenis beban.

Dengan menentukan besaran tahanan dan efek beban yang bekerja, maka secara probabilistik nilai batas keamanan/keandalan dapat ditentukan menurut distribusi data dari masing-masing nilai tahanan dan nilai efek beban, seperti dalam persamaan dan gambar berikut :
 

atau
 




Dimana ;
Z = indeks keamanan struktur
R = distribusi data tahanan
S = distribusi data efek beban
Gambar 1. kurva probabilitas kegagalan


 Kurva singgung (arsir) dari kurva distribusi menunjukkan nilai probabilitas kegagalan struktur, dimana nilai probabilitas kegagalan yang tinggi akan menghasilkan kegagalan terhadap struktur. Selanjutnya keamanan struktur dapat ditentukan dengan nilai indeks keandalan (Reliability Index). Indeks keandalan (beta) dapat dicari hubungan dengan fungsi probabilitas kegagalan seperti yang ditunjukkan oleh persamaan berikut :


Dengan mendapatkan nilai beta dan Pf maka faktor-faktor tahanan dan beban yang sesuai dapat dicari dengan model partial safety factor mauoun model lainnya.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan berdasarkan pertanyaan yang disampaikan, berupa :
  1. Desain struktur gedung di Indonesia bisa saja menggunakan standar ACI 318 11, selama fakta di lapangan berupa: faktor material, faktor fabrikasi, dan faktor profesional dari variabel tahanan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh standar tersebut.
  2. Perbedaan dari standar-standar tersebut tidak terlalu besar, mengingat standar disusun atas dasar konsep LRFD, sehingga perbedaan terjadi hanya pada nilai nilai faktor tahanan dan beban yang disesuaikan dengan data dan fakta yang terjadi di masing-masing negara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Momen ultimit dan momen nominal (mana yang dipakai)

Ulasan artikel: Keandalan Lentur Balok Kastela dengan Simulasi Monte Carlo

Balok kastela (castellated beam)